"Belakangan Gatot kerap mengumbar kemesraan dengan (kelompok) yang kerap kritis ke pemerintah. Perbedaan sikap politik inilah yang menjadi sebab utama kursi Panglima TNI menjadi panas," kata Adi di Jakarta, Rabu (/7/2017).
Ia melihat gelagat Panglima TNI syarat muatan dan misi politik. Dia menduga hal itu dilakukan sebagai bekal maju pada Pemilihan Presiden 2019. Menurut dia, dua alasan tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengganti posisi Gatot sebagai Panglima TNI.
"Gatot merasa diatas angin karena dekat dengan umat Islam, meskipun tidak berpartai tapi itu dianggap sebagai modal awal untuk maju di Pilpres nanti. Gatot percaya diri akan didukung oleh umat Islam," ujarnya.
"Tidak mungkin aktif blusukan jika tak ada maksud nyapres. Gatot seolah memanfaatkan jabatannya untuk meraup dukungan politik, ini bisa berefek negatiff buat instansi TNI karena TNI tidak boleh melakukan politik praktis," tandasnya
"Gatot merasa diatas angin karena dekat dengan umat Islam, meskipun tidak berpartai tapi itu dianggap sebagai modal awal untuk maju di Pilpres nanti. Gatot percaya diri akan didukung oleh umat Islam," ujarnya.
Ia menambahkan Gatot beberapa kesempatan terlihat agresif mengisi seminar kebangsaan yang digelar oleh perguruan tinggi, organisasi masyarakat termasuk partai politik. Sehingga, dikhawatirkan kegiatan tersebut dimanfaatkan Gatot untuk memoles citra di 2019.
"Tidak mungkin aktif blusukan jika tak ada maksud nyapres. Gatot seolah memanfaatkan jabatannya untuk meraup dukungan politik, ini bisa berefek negatiff buat instansi TNI karena TNI tidak boleh melakukan politik praktis," tandasnya
No comments:
Post a Comment